SEJARAH AWAL HIMPUNAN SISWA MATHALI'UL FALAH


Resmi berdiri tanggal  1 Juni 1965 M/1 Shafar 1385 H. HSM dibentuk murni atas inisiatif Kemad (Kepala Madrasah) Mathali’ul Falah – setingkat dengan Direktur – H. MA. Sahal Mahfudh pada konfrensi ketua kelas tanggal 20 Maret 1965 karena melihat situasi di PIM yang waktu itu masih kekuno-kunoan dengan harapan tersedianya wahana untuk mendidik  siswa agar mampu mengembangkan ilmunya, bermasyarakat dan menata diri dan orang lain.
Organisasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berasas Islam ala Ahlissunah Wal Jama’ah dengan menganut satu dari empat madzhab ini bersifat kekeluargaan dan kemasyarakatan yang berdiri dibawah naungan PIM.
Dalam mengimplementasikan nilai Shalih Akram ditinjau dari bentuk fungsionalnya HSM berfungsi sebagai, pertama wadah berhimpun bagi setiap siswa putra PIM, kedua menjadi sarana untuk menggali dan meningkatkan potensi dan prestasi sesuai bakat dan bidangnya masing-masing dan ketiga sebagai pelaksana kegiatan non kurikuler. Dan bertujuan memelihara rasa kekeluargaan dan persatuan siswa putra PIM, serta membimbing anggotanya untuk berorganisasi dengan baik dan mempersiapkan kader muslim berbudi luhur, tulus, ikhlas, jujur,disiplin, mandiri, kreatif, dan moderat.

Ketua HSM Pertama
Pada waktu itu kandidat ketua HSM adalah Ghazri dan M. Imam Sanusi (alm) disuruh H. Sahal menterjemahkan gagasan beliau tentang skema HSM kepada audiens dan pemilihan dilakukan secara aklamasi dengan hasil 22 suara untuk Imam Sanusi dan 4 suara untuk Ghazri, tapi ternyata H. Sahal kurang puas dengan hasilnya, maka dilaksanakan pemilihan ulang dan hasilnya malah melebihi jumlah suara pemilihan pertama, akhirnya M. Imam Sanusi terpilih menjadi ketua HSM.
                “saya tunjukkan ini HSM, begini arahanya supaya jangan sampai siswa Mathai’ul Falah menjadi drajen, dicetak dadi bolu semprit (dicetak menjadi roti bolu-red). Jadi tidak kok dia lulus sekolah itu hanya berilmu tinggi saja,tapi mampu mengembangkan, sehingga disamping dia (siswa) lulus dari Mathali’ul Falah secara ilmiyah, juga mampu lulus di masyarakat secara hak mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh tuhan” ujar Sanusi.
Sebagai ketua Organisasi Kelas (Orklas) dan ketua HSM beliau beserta teman-temannya – Pengurus Harian (Peng-Har) – dituntut untuk mengembangkan ide dasar H. Sahal, sekaligus menjalankan agenda yang diprogramkan, menjadi rutinitas harian mereka ke rumah H. Sahal untuk ngerembug (memusyawarahkan) HSM yang pada waktu itu masih bernama HPM (Himpunan Pelajar Mathali’ul Falah).
Karena pada awal berdirinya HPM belum ada AD/ART dan MPS belum terbentuk, maka secara kontinyu jika mengadakan sidang tempatnya berpindah-pindah.
“dalam peersidangan H. Sahal dan pengurus lain selalu menunggui. Dalam pembuatan AD/ART sempat terjadi perbedaan pendapat sampai lempar-lemparan gelas. Sampai terjadi seperti itu karena pikirannya maju-maju semua” tutur beliau yang juga seangkatan dengan H. Nafi’ Abdillah dan H. Farid Ma'ruf Sidiq. Beliau juga menambahkan “kalau bisa HSM kembali kehabitat semula, mencoba mengkritisi suatu program, jangan hanya setuju-setuju saja, jadi greget untuk kipran kreatif mengenai organisasi memang luar biasa.”

Meski pada waktu itu masih banyak keterbatasan seperti belum adanya kantor sebagai Base Camp kerja, hingga banyaknya surat yang harus ditulis rapi menggunakan tangan, semua itu bukanlah kendala bagi para organisator dalam menjalankan misinya sebagai pengemban amanah.

Comments